Nama Kelompok:
Karin Natalia A (10-037)
EvaViolesia B (10-081)
Yulian Astri (10-071)
Pada kuliah online hari ini yang kami ikuti kami membahas 3 fenomena pendidikan di Indonesia serta mengkaitkannya dengan teori.
FENOMENA PERTAMA
Anak Tidak Mau Sekolah
Dari kasus ini ada seorang anak yang bernama Reza. Baru beberapa hari tahun ajaran sekolah dimulai, Reza tiba-tiba saja mogok sekolah. Ketika ditanya masalahnya, ia tidak mau bercerita. Esoknya, sang Ibu mengetahui dari teman sekelas Reza, kalau kemarin Reza baru dimarahi gurunya karena lupa membawa buku tugas.Kategori usia anak yang suka melakukan mogok sekolah adalah anak-anak yang masih sekolah di tingkat playgroup , TK, atau SD.
Penyebab anak mogok sekolah ada dua hal, yaitu internal dan eksternal. Penyebab internal itu biasanya ada di dalam diri anak (berhubungan dengan karakteristik anak), situasi rumah, dan merasa cemas karena harus berpisah dengan salah satu orang terdekatnya (separation anxiety ), seperti ibu atau pengasuhnya.Sedang faktor penyebab eksternal, lebih ke masalah lingkungan sekolah yang membuatnya merasa tidak nyaman. Misalnya, ternyata mainan di rumahnya lebih banyak dan menarik dibanding di sekolah, teman-teman di sekolah suka mengisenginya (bully ), anak susah beradaptasi dengan lingkungan sekolah, atau gurunya galak.
Dari permasalahan ini teori yang cocok adalah pendekatan behavioral untuk pembelajaran.Pendekatan behavioral menekankan arti penting bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku.Pendekatan behavioris yang sesuai dengan kasus ini adalah pengkondisian klasik.Pengkondisian klasik adalah sebentuk pembelajaran asosiatif dimana stimulus netral menjadi diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan menimbulkan kemampuan untuk mengeluarkan respons yang serupa.Pengkondisian klasik dapat berupa pengalaman positif dan negatif dalam diri anak di kelas.Dalam kasus ini Reza mendapatkan pengalaman negatif.Ia dimarahi oleh gurunya ketika lupa membawa buku.Ia mengasosiasikan sekolah itu terdapat guru yang sangat galak sehingga ia tidak mau sekolah lagi dan karenanya teguran itu menjadi CS untuk rasa takut.Teori pengkondisian klasik ini sangat baik untuk membantu kita untuk memahami kecemasan dan ketakutan murid.
Solusi yang kami tawarkan untuk kasus ini adalah :
Solusi yang kami tawarkan terletak pada peran keluarga khususnya kedua orangtua.
1.Orangtua jangan mengomeli anaknya yang mogok sekolah.Orang tua harus ingat, cara berpikir anak, kan, belum sedewasa orang tua, karenanya ketika ia diperlakukan seperti itu ia akan berpikir negatif.
2,Teknik Mundur Perlahan.
Jika memang masalahnya karena separation anxiety , coba selesaikan dengan teknik ‘mundur berkala’ atau Systematic Desensitization .Ibu atau significant other -nya harus mulai mengurangi kehadirannya saat anak berada di sekolah.
3.Diskusi Dua Arah
Jika memang masalahnya bukan karena separation anxiety , ajaklah ia berkomunikasi agar bisa mengindentifikasi perasaan anak. Usahakan diskusi dilakukan dari hati ke hati, dua arah, dan dengan menekankan mengapa anak mogok sekolah.
4.Memberi semangat
Ketika anak bisa menguasai rasa takutnya dan mau sekolah lagi, usahakan selalu memberikan mereka pujian kasih sayang, bukan hadiah barang karena yang dibutuhkan adalah dukungan mental.
FENOMENA KEDUA
Ribuan Siswa Putus Sekolah
Kasus yang kedua ini adalah mengenai ribuan anak di Indonesia putus sekolah karena tidak adanya biaya sekolah dan tidak ada motivasi si anak,tidak adanya motivasi belajar anak membuat mereka malas dan membuat mereka putus sekolah
Undang-undang mengatakan bahwa warga negara yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar. Sedangkan warga negara yang berumur 7 tahun berkewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 tahun yang diselenggarakan selama 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP atau sederajat. pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak yang wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan. Banyak faktor yang menjadi kendala agar pendidikan dapat terealisasikan. Seperti misalnya saja dari faktor orang tua, tidak semua orang tua mau menyerahkan anaknya untuk bersekolah. Mayoritas dari mereka berasal dari keluarga kurang mampu sehingga tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai pendidikan putra-putrinya di sekolah formal. Faktor yang lainnya yaitu faktor lembaga pendidikan yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan
Motivasi adalah sebuah alasan atau dorongan seseorang untuk bertindak. Orang yang tidak mau bertindak sering kali disebut tidak memiliki motivasi. Alasan atau dorongan itu bisa datang dari luar(ekstrinsik) maupun dari dalam diri(intrinsic).Di kasus ini ribuan anak ini tidak ada motivasi intrinsic maupun ekstrinsik,seharusnya membutukan motibasi,misalnya motivasi inteinsiknya berupa dorongan dari dalam dirinya untuk tetap melanjutkan sekolah sedangkan motivasi ekstrinsiknya adalah dorongan dari orangtua,orangtua seharusnya mendukung anaknya dalam sekolah bukannya menguruh sianak bekerja untuk menafkai keluarga padahal pada zaman sekarang ini pemerintah sudah sekolah gratis yang walaupun terkadang pelaksanaanya masih berantakan,
Teori yang kami gunakan selanjutnya adalah Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi).Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.dari kasus ini terlihat bahwasannya ribuan anak yang putus sekolah itu karena tidak ada motivasi untuk berprestasi disekolah sehingga menyebabkan mereka untuk malas sekolah.
Solusi yang kami buat dalam kasus ini adalah diibutuhkan kesadaran bagi setiap elemen masyarakat baik orangtua maupun anak ,orangtua baiklah mendukung anaknya belajar dan juga anak seharusnya memiliki keinginan untuk berprestasi agar tercapai kehidupan yang lebih baik,pemerintah juga seharusnya memperbaiki system pendidikan yang sudah ada misalnya menyalurkan bantuan dana pendidikan secara merata bagi orang yang datang dari keluarga tidak mampu.
FENOMENA KETIGA
Aku Enggak Mau Sekolah Ma !
Kasus ini mengenai peristiwa yang dialami oleh Dwi Agung Cahyono, siswa kelas IX D, SMPN 6 kota Probolinggo pertengahan bulan Februari lalu. Dwi Agung mengaku dihukum gurunya dengan mengunyah kapur tulis. Alhasil, sebagian dari kapur tulis tersebut tertelan ke perutnya, sehingga perutnya mulas, setelah kejadian tersebut. Hukuman tersebut diberikan karena Dwi Agung tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah) mata pelajaran Matematika. Akibat kejadian itu, Dwi menjadi trauma dan enggan masuk sekolah.
Teori yang sesuai dengan kasus ini adalah pendekatan behavioris dalam pembelajaran. Pendekatan behavioral menekankan arti penting bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku.Pendekatan behavioris yang sesuai dengan kasus ini adalah pengkondisian operan yang merupakan sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.Hukuman(punishment) yang diberikan guru menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.Sebenarnya daripada diberikan punishment lebih baik guru tersebut memberikan reinforcement.Dengan adanya punishment tadi si anak menjadi tidak mau sekolah lagi.Karena punishment yang diberikan guru anak tadi menjadi trauma.
Trauma karena hukuman guru adalah ketidaksiapan seorang anak menghadapi suatu kejadian. Dapat dikarenakan hukuman datangnya tiba-tiba dan secara kualitas atau kuantitas. Beberapa tanda bila anak mengalami trauma di sekolah adalah menolak sekolah dengan segala alasan yang tidak dapat dijelaskan. Seperti malas bangun pagi, atau bangun pagi dengan rewel, tidak segar, dan ada juga yang sering mimpi buruk yang tidak dapat ia jelaskan alur cerita mimpinya, menolak berpakaian sekolah, makan sarapannya dengan lambat, mual dan atau demam, pusing dan sakit kepala di pagi hari menjelang sekolah.
Solusi yang kami berikan untuk kasus ini adalah:
Dengan bimbingan orangtua kepada anak tersebut misalnya orangtua menjaga anak tersebut untuk sementara waktu untuk menghilangkan trauma.Apabila trauma anak itu sudah cukup parah akan lebih baik jika anak tersebut diajak konseling dengan psikolog sehingga anak tersebut bisa kembali seperti sebelumnya.untuk dapat mengurangi hal seperti ini terjadi lagi juga diperlukan pembenahan dari para pendidik.Sebaiknya dilakukan pengawasan bagi para pendidik dan juga meningkatkan standar untuk bisa menjadi seorang pendidik.Sebelum ditetapkan sebagai pendidik akan lebih baik jika dilakukan sebuah tes apakah orang tersebut cocok atau tidak untuk menjadi seorang pendidik.Orangtua juga harus selalu mengawasi anak,denga cara memberi perhatian misalnya menanyakan kepada anak apa yang dilakukan disekolah,belajar tentang apa serta bentuk perhatian lainnya.
Dari ketiga fenomena ini dapat kami simpulkan bahwa peranan keluarga sangat penting dalam memotivasi anak dalam hal pendidikan.
Teori Tentang Bimbingan Orang Tua
Kegiatan belajar diperlukan adanya bimbingan dari orang tua atau dan orang lain agar semangat dalam belajarnya.Keluarga sebagai tempat pertama pertumbuhan dan perkembangan sangat menentukan peranannya.
Menurut Kartono (1991;63) bahwa "Orang tua merupakan orang pertama dan utama yang mampu, serta berhak menolong keturunannya dan mendidik anaknya". Orang tua peranannya dalam keluarga dan dapat menciptakan ikatan emosianal dengan anaknya, menciptakan suasana aman dirumah sehingga orang tua/rumah merupakan tempat anakuntuk kembali, menjadi contoh/model bagi anaknya, memberikan disiplin dan memperbaiki tingkah laku anak, menciptakan jaringan komunikasi diantara anggota keluarga.
Pengawasan dan bimbingan orang tua dirumah mutlak diperlukan karena adanya bimbingan, orang tua dapat mengawasi dan dapat mengetahui segala kekurangan dan kesulitan anak dalam belajarnya. Gunarso (1983;64) menyatakan sebagai berikut :
"Orang tua berperan besar dalam mengajar, mendidik, memberikan bimbingan, dan menyediakan sarana belajar serta memberi teladan pada anak sesuai dengan nilai moral yang berfaku atau tingkah laku yang perlu dihindari".
Bimbingan dari orang tua dapat juga berperan sebagai cara untuk peningkatan disiplin terutama dalam belajarnya. Ahmadi (1991;82) menyatakan bahwa "Anak belajar memerlukan bimbingan dari orang tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak".
Bimbingan yang diberikan oleh orang tua di rumah dapat meningkatkan motivasi belajar anak selain bimbingan dari seorang guru dari la belajar, dengan motivasi yang kuat seseorang sanggup bekerja ekstra keras dalam pencapaian sesuatu. Motivasi belajar yang baik diharapkan timbul dari dalam diri sendiri. (motivasi intrinsik)
Evers (1985;41) mengatakan bahwa "Anak didik harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pendidikan yang sedang berlangsung. Kalau mereka mempunyai motivasi maka mereka akan menunjukkan minat, aktivitas dan partisipasi dalam kegiatan pendidikan". Dari pendapat ini seorang anak apabila mempunyai motivasi yang kuat dalam belajarnya akan dapat meningkatkan prestasi belajarnya, akan tetapi tidak semua anak bisa mempunyai molivasi ini, banyak anak yang menjadi siswa yang dalam proses belajar kurang atau tidak mempunyai motivasi, maka diperlukan bimbingan belajar dari orang tuanya. Menurut Nio bimbingan belajar yang dimiliki meliputi;"Mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah; mengenal kesulitan-kesulitan anak dalam belajar; menolong mengatasi kesulitan anak dalam belajarnya". (dalam Kartono, 1985;92). Penulis akan membahas mengawasi penggunaan waktu belajar anak dl rumah dan membantu menolong mengatasi kesulitan anak dalam belajarnya.
Dari pendapat diatas, adanya bimbingan yang dilakukan oleh orang tua kepada putra-putrinya dalam melakukan kegiatan belajar di rumah akan berpengaruh terhadap tingkah laku yang mengarah kepada kedisiplinan dalam belajar. Motivasi yang diberikan kepada anak hendaknya mengarah pada peningkatan motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pendidikan. Situasi ini dapat tercipta apabila terjadi ikatan emosional antara orang tua dengan anaknya. Suasana rumah yang aman membantu anak untuk mengembangkan dirinya untuk menuju masa depan.
Referensi pembahasan:
Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
0 komentar:
Posting Komentar